1 Sejarah Teater Tradisional. Sejarah teater tradisional di indonesia sangat beragam, karena indonesia terdiri atas berbagai macam suku dan budaya, sehingga terdapat beragam jenis teater tradisonal, di antaranya yaitu teater gong, teater lenong, teater ludruk, teater wayang orang dan beragam jenis teater lain. 2. Sejarah Teater Transisi.

Sejarah Perkembangan Teater Di Indonesia Berikut ini adalah sejarah perkembangan teater di Indonesia 1. Teater Tradisional Kasim Achmad dalam bukunya Mengenal Teater Tradisional di Indonesia 2006 mengatakan, sejarah teater tradisional di Indonesia dimulai sejak sebelum Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan untuk mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut “teater”, sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya. Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbedabeda, tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional lahir. Macammacam teater tradisional Indonesia adalah wayang kulit, wayang wong, ludruk , lenong, randai, drama gong, arja, ubrug, ketoprak, dan sebagainya. 2. Teater Transisi Modern Teater transisi adalah penamaan atas kelompok teater pada periode saat teater tradisional mulai mengalami perubahan karena pengaruh budaya lain. Kelompok teater yang masih tergolong kelompok teater tradisional dengan model garapan memasukkan unsur-unsur teknik teater Barat, dinamakan teater bangsawan. Perubahan tersebut terletak pada cerita yang sudah mulai ditulis, meskipun masih dalam wujud cerita ringkas atau outline story garis besar cerita per adegan. Cara penyajian cerita dengan menggunakan panggung dan dekorasi. Mulai memperhitungkan teknik yang mendukung pertunjukan. Pada periode transisi inilah teater tradisional berkenalan dengan teater non-tradisi. Selain pengaruh dari teater bangsawan, teater tradisional berkenalan juga dengan teater Barat yang dipentaskan oleh orang-orang Belanda di Indonesia sekitar tahun 1805 yang kemudian berkembang hingga di Betawi Batavia dan mengawali berdirinya gedung Schouwburg pada tahun 1821 Sekarang Gedung Kesenian Jakarta. Perkenalan masyarakat Indonesia pada teater non-tradisi dimulai sejak Agust Mahieu mendirikan Komedie Stamboel di Surabaya pada tahun 1891, yang pementasannya secara teknik telah banyak mengikuti budaya dan teater Barat Eropa, yang pada saat itu masih belum menggunakan naskah drama/lakon. Dilihat dari segi sastra, mulai mengenal sastra lakon dengan diperkenalkannya lakon yang pertama yang ditulis oleh orang Belanda yang berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno, pada tahun 1901. Kemudian disusul oleh Lauw Giok Lan lewat Karina Adinda, Lelakon Komedia Hindia Timoer 1913, dan lain-lainnya, yang menggunakan bahasa Melayu Rendah. Setelah Komedie Stamboel didirikan muncul kelompok sandiwara seperti Sandiwara Dardanella The Malay Opera Dardanella yang didirikan Willy Klimanoff alias A. Pedro pada tanggal 21 Juni 1926. Kemudian lahirlah kelompok sandiwara lain, seperti Opera Stambul, Komidi Bangsawan, Indra Bangsawan, Sandiwara Orion, Opera Abdoel Moeloek, Sandiwara Tjahaja Timoer, dan lain sebagainya. Pada masa teater transisi belum muncul istilah teater. Yang ada adalah sandiwara. Karenanya rombongan teater pada masa itu menggunakan nama sandiwara, sedangkan cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah teater bagi masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan. 3. Teater Indonesia tahun 1920-an Teater pada masa kesusasteraaan angkatan Pujangga Baru kurang berarti jika dilihat dari konteks sejarah teater modern Indonesia tetapi cukup penting dilihat dari sudut kesusastraan. Naskah-naskah drama tersebut belum mencapai bentuk sebagai drama karena masih menekankan unsur sastra dan sulit untuk dipentaskan. Drama-drama Pujangga Baru ditulis sebagai ungkapan ketertekanan kaum intelektual dimasa itu karena penindasan pemerintahan Belanda yang amat keras terhadap kaum pergerakan sekitar tahun 1930-an. Bentuk sastra drama yang pertamakali menggunakan bahasa Indonesia dan disusun dengan model dialog antar tokoh dan berbentuk sajak adalah Bebasari artinya kebebasan yang sesungguhnya atau inti kebebasan karya Rustam Efendi 1926. Lakon Bebasari merupakan sastra drama yang menjadi pelopor semangat kebangsaan. Lakon ini menceritakan perjuangan tokoh utama Bujangga, yang membebaskan puteri Bebasari dari niat jahat Rahwana. Penulis lakon lainnya, yaitu Sanusi Pane menulis Kertajaya 1932 dan Sandyakalaning Majapahit 1933 Muhammad Yamin menulis Ken Arok dan Ken Dedes 1934. Armiijn Pane mengolah roman Swasta Setahun di Bedahulu karangan I Gusti Nyoman Panji Tisna menjadi naskah drama. Nur Sutan Iskandar menyadur karangan Molliere, dengan judul Si Bachil. Imam Supardi menulis drama dengan judul Keris Mpu Gandring. Dr. Satiman Wirjosandjojo menulis drama berjudul Nyai Blorong. Mr. Singgih menulis drama berjudul Hantu. Lakonlakon ini ditulis berdasarkan tema kebangsaan, persoalan, dan harapan serta misi mewujudkan Indonesia sebagai negara merdeka. Penulis-penulis ini adalah cendekiawan Indonesia, menulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Bahkan Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno, pada tahun 1927 menulis dan menyutradarai teater di Bengkulu saat di pengasingan. Beberapa lakon yang ditulisnya antara lain, Rainbow, Krukut Bikutbi, dan Dr. Setan. 4. Teater Indonesia tahun 1940-an Semua unsur kesenian dan kebudayaan pada kurun waktu penjajahan Jepang dikonsentrasikan untuk mendukung pemerintahan totaliter Jepang. Segala daya kreasi seni secara sistematis di arahkan untuk menyukseskan pemerintahan totaliter Jepang. Namun demikian, dalam situasi yang sulit dan gawat serupa itu, dua orang tokoh, yaitu Anjar Asmara dan Kamajaya masih sempat berpikir bahwa perlu didirikan Pusat Kesenian Indonesia yang bertujuan menciptakan pembaharuan kesenian yang selaras dengan perkembangan zaman sebagai upaya untuk melahirkan kreasi – kreasi baru dalam wujud kesenian nasional Indonesia. Maka pada tanggal 6 oktober 1942, di rumah Bung Karno dibentuklah Badan Pusat Kesenian Indonesia dengan pengurus sebagai berikut, Sanusi Pane Ketua, Mr. Sumanang Sekretaris, dan sebagai anggota antara lain, Armijn Pane, Sutan Takdir Alisjabana, dan Kama Jaya. Badan Pusat Kesenian Indonesia bermaksud menciptakan kesenian Indonesia baru, di antaranya dengan jalan memperbaiki dan menyesuaikan kesenian daerah menuju kesenian Indonesia baru. Langkah-langkah yang telah diambil oleh Badan Pusat Kesenian Indonesia untuk mewujudkan cita-cita kemajuan kesenian Indonesia, ternyata mengalami hambatan yang datangnya dari barisan propaganda Jepang, yaitu Sendenbu yang membentuk badan perfilman dengan nama Djawa Eiga Kosy’, yang dipimpin oleh orang Jepang S. Oya. Intensitas kerja Djawa Eiga Kosya yang ingin menghambat langkah Badan Pusat Kesenian Indonesia nampak ketika mereka membuka sekolah tonil dan drama Putra Asia, Ratu Asia, Pendekar Asia, yang kesemuanya merupakan corong propaganda Jepang. Dalam masa pendudukan Jepang kelompok rombongan sandiwara yang mula-mula berkembang adalah rombongan sandiwara profesional. Dalam kurun waktu ini semua bentuk seni hiburan yang berbau Belanda lenyap karena pemerintah penjajahan Jepang anti budaya Barat. Rombongan sandiwara keliling komersial, seperti misalnya Bintang Surabaya, Dewi Mada, Mis Ribut, Mis Tjitjih, Tjahaya Asia, Warna Sari, Mata Hari, Pancawarna, dan lain-lain kembali berkembang dengan mementaskan cerita dalam bahasa Indonesia, Jawa, maupun Sunda. Rombongan sandiwara Bintang Surabaya tampil dengan aktor dan aktris kenamaan, antara lain Astaman, Tan Ceng Bok Si Item, Ali Yugo, Fifi Young, Dahlia, dan sebagainya. Pengarang Nyoo Cheong Seng, yang dikenal dengan nama samarannya Mon Siour D’amour ini dalam rombongan sandiwara Bintang Surabaya menulis lakon antara lain, Kris Bali, Bengawan Solo, Air Mata Ibu sudah difilmkan, Sija, Murdiati, dan Merah Delima. Rombongan Sandiwara Bintang Surabaya menyuguhkan pementasan-pementasan dramanya dengan cara lama seperti pada masa Dardanella, Komedi Bangsawan, dan Bolero, yaitu di antara satu dan lain babak diselingi oleh tarian-tarian, nyanyian, dan lawak. Secara istimewa selingannya kemudian ditambah dengan mode show, dengan peragawati gadis-gadis Indo Belanda yang cantik-cantik . Menyusul kemudian muncul rombongan sandiwara Dewi Mada, dengan bintang-bintang eks Bolero, yaitu Dewi Mada dengan suaminya Ferry Kok, yang sekaligus sebagai pemimpinnya. Rombongan sandiwara Dewi Mada lebih mengutamakan tari-tarian dalam pementasan teater mereka karena Dewi Mada adalah penari terkenal sejak masa rombongan sandiwara Bolero. Cerita yang dipentaskan antara lain, Ida Ayu, Ni Parini, dan Rencong Aceh. Hingga tahun 1943 rombongan sandiwara hanya dikelola pengusaha Cina atau dibiayai Sendenbu karena bisnis pertunjukan itu masih asing bagi para pengusaha Indonesia. Baru kemudian Muchsin sebagai pengusaha besar tertarik dan membiayai rombongan sandiwara Warna Sari. Keistimewaan rombongan sandiwara Warna Sari adalah penampilan musiknya yang mewah yang dipimpin oleh Garsia, seorang keturunan Filipina, yang terkenal sebagi Raja Drum. Garsia menempatkan deretan drumnya yang berbagai ukuran itu memenuhi lebih dari separuh panggung. Ia menabuh drum-drum tersebut sambil meloncat ke kanan – ke kiri sehingga menarik minat penonton. ceritacerita yang dipentaskan antara lain, Panggilan Tanah Air, Bulan Punama, Kusumahadi, Kembang Kaca, Dewi Rani, dan lain sebagainya. Rombongan sandiwara terkenal lainnya adalah rombongan sandiwara Sunda Mis Tjitjih, yaitu rombongan sandiwara yang digemari rakyat jelata. Dalam perjalanannya, rombongan sandiwara ini terpaksa berlindung di bawah barisan propaganda Jepang dan berganti nama menjadi rombongan sandiwara Tjahaya Asia yang mementaskan ceritacerita baru untuk kepentingan propaganda Jepang. Anjar Asmara, Ratna Asmara, dan Kama Jaya pada tanggal 6 April 1943, mendirikan rombongan sandiwara angkatan muda Matahari. Hanya kalangan terpelajar yang menyukai pertunjukan Matahari yang menampilakan hiburan berupa tari-tarian pada awal pertunjukan baru kemudian dihidangkan lakon sandiwara dari awal hingga akhir. Bentuk penyajian semacam ini di anggap kaku oleh penonton umum yang lebih suka unsur hiburan disajikan sebagai selingan babak satu dengan babak lain sehingga akhirnya dengan terpaksa rombongan sandiwara tersebut mengikuti selera penonton. Lakon-lakon yang ditulis Anjar Asmara antara lain, Musim Bunga di Slabintana, Nusa Penida, Pancaroba, Si Bongkok, Guna-guna, dan Jauh di Mata. Kama Jaya menulis lakon antara lain, Solo di Waktu Malam, Kupu-kupu, Sang Pek Engtay, Potong Padi. Dari semua lakon tersebut ada yang sudah di filmkan yaitu, Solo di Waktu Malam dan Nusa Penida. Pertumbuhan sandiwara profesional tidak luput dari perhatian Sendenbu. Jepang menugaskan Dr. Huyung Hei Natsu Eitaroo, ahli seni drama atas nama Sendenbu memprakarsai berdirinya POSD Perserikatan Oesaha Sandiwara Djawa yang beranggotakan semua rombongan sandiwara profesional. Sendenbu menyiapkan naskah lakon yang harus dimainkan oleh setiap rombongan sandiwara karangan penulis lakon Indonesia dan Jepang, Kotot Sukardi menulis lakon, Amat Heiho, Pecah Sebagai Ratna, Bende Mataram, Benteng Ngawi. Hei Natsu Eitaroo menulis Hantu, lakon Nora karya Henrik Ibsen diterjemahkan dan judulnya diganti dengan Jinak-jinak Merpati oleh Armijn Pane. Lakon Ibu Prajurit ditulis oleh Natsusaki Tani. Oleh karena ada sensor Sendenbu maka lakon harus ditulis lengkap berikut dialognya. Para pemain tidak boleh menambah atau melebih-lebihkan dari apa yang sudah ditulis dalam naskah. Sensor Sendenbu malah menjadi titik awal dikenalkannya naskah dalam setiap pementasan sandiwara. Menjelang akhir pendudukan Jepang muncul rombongan sandiwara yang melahirkan karya ssatra yang berarti, yaitu Penggemar Maya 1944 pimpinan Usmar Ismail, dan D. Djajakusuma dengan dukungan Suryo Sumanto, Rosihan Anwar, dan Abu Hanifah dengan para anggota cendekiawan muda, nasionalis dan para profesional dokter, apoteker, dan lain-lain. Kelompok ini berprinsip menegakkan nasionalisme, humanisme dan agama. Pada saat inilah pengembangan ke arah pencapaian teater nasional dilakukan. Teater tidak hanya sebagai hiburan tetapi juga untuk ekspresi kebudayaan berdasarkan kesadaran nasional dengan cita-cita menuju humanisme dan religiositas dan memandang teater sebagai seni serius dan ilmu pengetahuan. Bahwa teori teater perlu dipelajari secara serius. Kelak, Penggemar Maya menjadi pemicu berdirinya Akademi Teater Nasional Indonesia di Jakarta. 5. Teater Indonesia Tahun 1950-an Setelah tokohg kemerdekaan, peluang terbuka bagi seniman untuk merenungkan perjuangan dalam tokohg kemerdekaan, juga sebaliknya, mereka merenungkan peristiwa tokohg kemerdekaan, kekecewaan, penderitaan, keberanian dan nilai kemanusiaan, pengkhianatan, kemunafikan, kepahlawanan dan tindakan pengecut, keiklasan sendiri dan pengorbanan, dan lain-lain. Peristiwa tokohg secara khas dilukiskan dalam lakon Fajar Sidik Emil Sanossa, 1955, Kapten Syaf Aoh Kartahadimaja, 1951, Pertahanan Akhir Sitor Situmorang, 1954, Titik-titik Hitam Nasyah Jamin, 1956 Sekelumit Nyanyian Sunda Nasyah Jamin, 1959. Sementara ada lakon yang bercerita tentang kekecewaan paska tokohg, seperti korupsi, oportunisme politis, erosi ideologi, kemiskinan, Islam dan Komunisme, melalaikan penderitaan korban tokohg, dan lain-lain. Tema itu terungkap dalam lakon-lakon seperti Awal dan Mira 1952, Sayang Ada Orang Lain 1953 karya Utuy Tatang Sontani, bahkan lakon adaptasi, Pakaian dan Kepalsuan oleh Akhdiat Kartamiharja 1956 berdasarkan The Man In Grey Suit karya Averchenko dan Hanya Satu Kali 1956, berdasarkan Justice karya John Galsworthy. Utuy Tatang Sontani dipandang sebagai tonggak penting menandai awal dari maraknya drama realis di Indonesia dengan lakonlakonnya yang sering menyiratkan dengan kuat alienasi sebagai ciri kehidupan moderen. Lakon Awal dan Mira 1952 tidak hanya terkenal di Indonesia, melainkan sampai ke Malaysia. Realisme konvensional dan naturalisme tampaknya menjadi pilihan generasi yang terbiasa dengan teater barat dan dipengaruhi oleh idiom Hendrik Ibsen dan Anton Chekhov. Kedua seniman teater Barat dengan idiom realisme konvensional ini menjadi tonggak didirikannya Akademi Teater Nasional Indonesia ATNI pada tahun 1955 oleh Usmar Ismail dan Asrul Sani. ATNI menggalakkan dan memapankan realisme dengan mementaskan lakon-lakon terjemahan dari Barat, seperti karyakarya Moliere, Gogol, dan Chekov. Sedangkan metode pementasan dan pemeranan yang dikembangkan oleh ATNI adalah Stanislavskian. Menurut Brandon 1997, ATNI inilah akademi teater modern yang pertama di Asia Tenggara. Alumni Akademi Teater Nasional yang menjadi aktor dan sutradara antara lain, Teguh Karya, Wahyu Sihombing, Tatiek Malyati, Pramana Padmadarmaya, Galib Husein, dan Kasim Achmad. Di Yogyakarta tahun 1955 Harymawan dan Sri Murtono mendirikan Akademi Seni Drama dan Film Indonesia ASDRAFI. Himpunan Seni Budaya Surakarta HBS didirikan di Surakarta. 6. Teater Indonesia Tahun 1970-an Jim Adi Limas mendirikan Studiklub Teater Bandung dan mulai mengadakan eksperimen dengan menggabungkan unsur-unsur teater etnis seperti gamelan, tari topeng Cirebon, longser, dan dagelan dengan teater Barat. Pada akhir 1950-an JIm Lim mulai dikenal oleh para aktor terbaik dan para sutradara realisme konvensional. Karya penyutradaraanya, yaitu Awal dan Mira Utuy T. Sontani dan Paman Vanya Anton Chekhov. Bermain dengan akting realistis dalam lakon The Glass Menagerie Tennesse William, 1962, The Bespoke Overcoat Wolf mankowitz . Pada tahun 1960, Jim Lim menyutradari Bung Besar, Misbach Yusa Biran dengan gaya longser, teater rakyat Sunda. Tahun 1962 Jim Lim menggabungkan unsur wayang kulit dan musik dalam karya penyutradaraannya yang berjudul Pangeran Geusan Ulun Saini KM., 1961. Mengadaptasi lakon Hamlet dan diubah judulnya menjadi Jaka Tumbal 1963/1964. Menyutradarai dengan gaya realistis tetapi isinya absurditas pada lakon Caligula Albert Camus, 1945, Badak-badak Ionesco, 1960, dan Biduanita Botak Ionesco, 1950. Pada tahun 1967 Jim Lim belajar teater dan menetap di Paris. Suyatna Anirun, salah satu aktor dan juga teman Jim Lim, melanjutkan apa yang sudah dilakukan Jim Lim yaitu mencampurkan unsurunsur teater Barat dengan teater etnis. Peristiwa penting dalam usaha membebaskan teater dari batasan realisme konvensional terjadi pada tahun 1967, Ketika Rendra kembali ke Indonesia. Rendra mendirikan Bengkel Teater Yogya yang kemudian menciptakan pertunjukan pendek improvisatoris yang tidak berdasarkan naskah jadi wellmade play seperti dalam drama-drama realisme. Akan tetapi, pertunjukan bermula dari improvisasi dan eksplorasi bahasa tubuh dan bebunyian mulut tertentu atas suatu tema yang diistilahkan dengan teater mini kata menggunakan kata seminimal mungkin. Pertunjukannya misalnya, Bib Bop dan Rambate Rate Rata 1967,1968. Didirikannya pusat kesenian Taman Ismail Marzuki oleh Ali Sadikin, gubernur DKI jakarta tahun1970, menjadi pemicu meningkatnya aktivitas, dan kreativitas berteater tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di kota besar seperti Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Padang, Palembang, Ujung Pandang, dan lain-lain. Taman Ismail Marzuki menerbitkan 67 enam puluh tujuh judul lakon yang ditulis oleh 17 tujuh belas pengarang sandiwara, menyelenggarakan festival pertunjukan secara teratur, juga lokakarya dan diskusi teater secara umum atau khusus. Tidak hanya Stanislavsky tetapi nama-nama seperti Brecht, Artaud dan Grotowsky juga diperbincangkan. Di Surabaya muncul bentuk pertunjukan teater yang mengacu teater epik Brecht dengan idiom teater rakyat kentrung dan ludruk melalui Basuki Rahmat, Akhudiat, Luthfi Rahman, Hasyim Amir Bengkel Muda Surabaya, Teater Lektur, Teater Melarat Malang. Di Yogyakarta Azwar AN mendirikan teater Alam. Mohammad Diponegoro dan Syubah Asa mendirikan Teater Muslim. Di Padang ada Wisran Hadi dengan teater Padang. Di Makasar, Rahman Arge dan Aspar Patturusi mendirikan Teater Makasar. Lalu Teater Nasional Medan didirikan oleh Djohan A Nasution dan Burhan Piliang. Tokoh-tokoh teater yang muncul tahun 1970-an lainnya adalah, Teguh Karya Teater Populer, D. Djajakusuma, Wahyu Sihombing, Pramana Padmodarmaya Teater Lembaga, Ikranegara Teater Saja, Danarto Teater Tanpa Penonton, Adi Kurdi Teater Hitam Putih. Arifin C. Noor Teater Kecil dengan gaya pementasan yang kaya irama dari blocking, musik, vokal, tata cahaya, kostum dan verbalisme naskah. Putu Wijaya teater Mandiri dengan ciri penampilan menggunakan kostum yang meriah dan vokal keras. Menampilkan manusia sebagai gerombolan dan aksi. Fokus tidak terletak pada aktor tetapi gerombolan yang menciptakan situasi dan aksi sehingga lebih dikenal sebagai teater teror. N. Riantiarno Teater Koma dengan ciri pertunjukan yang mengutamakan tata artistik glamor. 7. Teater Indonesia Tahun 1980 – 1990-an Tahun 1980-1990-an situasi politik Indonesia kian seragam melalui pembentukan lembaga-lembaga tunggal di tingkat nasional. Ditiadakannya kehidupan politik kampus sebagai akibat peristiwa Malari 1974. Dewan-dewan Mahasiswa ditiadakan. Dalam latar situasi seperti itu lahir beberapa kelompok teater yang sebagian merupakan produk festival teater. Di Jakarta dikenal dengan Festival Teater Jakarta sebelumnya disebut Festival Teater Remaja. Beberapa jenis festival di Yogyakarta, di antaranya Festival Seni Pertunjukan Rakyat yang diselenggarakan Departemen Penerangan Republik Indonesia 1983. Di Surabaya ada Festival Drama Lima Kota yang digagas oleh Luthfi Rahman, Kholiq Dimyati dan Mukid F. Pada saat itu lahirlah kelompok-kelompok teater baru di berbagai kota di Indonesia. Di Yogyakarta muncul Teater Dynasti, Teater Jeprik, Teater Tikar, Teater Shima, dan Teater Gandrik. Teater Gandrik menonjol dengan warna teater yang mengacu kepada roh teater tradisional kerakyatan dan menyusun berita-berita yang aktual di masyarakat menjadi bangunan cerita. Lakon yang dipentaskan antra lain, Pasar Seret, Meh, Kontrang- kantring, Dhemit, Upeti, Sinden, dan Orde Tabung. Di Solo Surakarta muncul Teater Gapit yang menggunakan bahasa Jawa dan latar cerita yang meniru lingkungan kehidupan rakyat pinggiran. Salah satu lakonnya berjudul Tuk. Di samping Gapit, di Solo ada juga Teater Gidaggidig. Di Bandung muncul Teater Bel, Teater Republik, dan Teater Payung Hitam. Di Tegal lahir teater RSPD. Festival Drama Lima Kota Surabaya memunculkan Teater Pavita, Teater Ragil, Teater Api, Teater Rajawali, Teater Institut, Teater Tobong, Teater Nol, Sanggar Suroboyo. Di Semarang muncul Teater Lingkar. Di Medan muncul Teater Que dan di Palembang muncul Teater Potlot. Dari Festival Teater Jakarta muncul kelompok teater seperti, Teater Sae yang berbeda sikap dalam menghadapi naskah yaitu posisinya sejajar dengan cara-cara pencapaian idiom akting melalui eksplorasi latihan. Ada pula Teater Luka, Teater Kubur, Teater Bandar Jakarta, Teater Kanvas, Teater Tetas selain teater Studio Oncor, dan Teater Kami yang lahir di luar produk festival Afrizal Malna,1999. Aktivitas teater terjadi juga di kampus-kampus perguruan tinggi. Salah satu teater kampus yang menonjol adalah teater Gadjah Mada dari Universitas Gadjah Mada UGM Yogyakarta. Jurusan teater dibuka di Institut Seni Indonesia ISI Yogyakarta pada tahun 1985. ISI menjadi satu-satunya perguruan tinggi seni yang memiliki program Strata 1 untuk bidang seni teater pada saat itu. Aktivitas teater kampus mampu menghidupkan dan membuka kemungkinan baru gagasan-gagasan artistik. 8. Teater Kontemporer Indonesia Teater Kontemporer Indonesia mengalami perkembangan yang sangat membanggakan. Sejak munculnya eksponen 70 dalam seni teater, kemungkinan ekspresi artistik dikembangkan dengan gaya khas masingmasing seniman. Gerakan ini terus berkembang sejak tahun 80- an sampai saat ini. Konsep dan gaya baru saling bermunculan. Meksipun seni teater konvensional tidak pernah mati tetapi teater eksperimental terus juga tumbuh. Semangat kolaboratif yang terkandung dalam seni teater dimanfaatkan secara optimal dengan menggandeng beragam unsur pertunjukan yang lain. Dengan demikian, wilayah jelajah ekspresi menjadi semakin luas dan kemungkinan bentuk garap semakin banyak.
62 Naskah dalam pertunjukan teater ialah. a. buku petunjuk untuk menjalankan suatu cerita b. buku cerita asli yang dikarang oleh penulis c. karangan cerita drama yang berisi ucapan, keadaan mimic tokoh, setting, serta penjelasan-penjelasan lain dalam pementasan d. lembaran-lembaran yang berisi catatan-catatan selama pertunjukkan teater
Pertunjukan Padusi Sumber Pikiran RakyatDahulu, teater masih di anggap sebagai suatu yang khidmat dan serius, karena hanya dipertunjukan dalam kegiatan ritual keagamaan. Seiring berjalannya waktu fungsi teater mulai bergeser menjadi suatu hiburan. Achmad 1977 949 berpendapat bahwa teater modern ialah teater yang dipelajari dari Barat, menurut segi susunan naskah, latihan, pementasan, pemikiran, dan cara menonton Untuk lebih memahami sejarah teater modern Indonesia, mari simak penjelasan berikut Sumardjo dalam buku karya Riantiarno 201127 membagi teater modern Indonesia menjadi lima periode, yaitu masa perintisan, masa kebangkitan, masa perkembangan, masa mutakhir, dan masa Perintisan, berlangsung pada tahun 1885-125 yang diawali dengan hadirnya teater bangsawan, masyarakat kelas bawah gemar menonton panggung tiruan Opera yang bercerita tentang kehidupan raja-raja dengan pakaian gemerlapa yang pengucapan dialognya dinyanyikan sebagaimana umumnya sebuah opera. Pada tahun 1891 berdiri Teater Stamboel di Surabaya yang dipimpin oleh August Mahie, teater tesebut membawakan cerita yang bertema timur Kebangkitan, berlangsung pada tahun 1925-1941 yang diawali dengan hadirnya perkumpulan Dardanella yang didirikan oleh A. Pierdro. Pertunjukan tersebut menggunakan bahasa Melayu Rendah. Selanjutnya, hadir Miss Riboet Orion, yakni grup teater yang sukses pada zaman kolonial di Indonesia. Pada tahun 1926 Rustam Effendi menulis naskah menggunakan bahasa Indonesia berjudul Bebasari. Hal tersebut, merupakan awal tetaer modern Indonesia. Masa Perkembangan, berlangsung pada tahun 1942-1970. Pada tahun 1942, para pejajah Jepang memberlakukan sensor terhadap karya-karya naskah lakon Indonesia, pada masa tersebut lahir penulis naskah, seperti Usmar Ismail Liburan Seniman, Abu Hanifah Taufan di Atas Asia dan lainnya. Kemudian, pasca kemerdekaan Indonesia Usmar Ismail, D. Djajakusuma dan Asrul Sani mendirikan ATNI Akademi Teater Nasional Indonesia yang berfunsgsi sebagai pendorong keaktifan grup-grup teater di Indonesia dan pendidik calon-calon seniman teater Indonesia. Pada periode tersebut banyak jumlah pengarang yang produktif dan berkualitas menghasilkan karya, seperti Achdiat Karta Miharja Bentrokan dalam Asmara, Pakaian dan Kepalsuan, Aoh K Hadimaja Lakbok, kapten Syap, Sitor Situmorang Jalan Mutiara dan Teater Mutakhir, berlangsung pada tahun 1970-1980. Pada tahun tersebut terlahir teater-teater yang merupakan perintis dari ATNI, seperti Teater Populer yang dipimpin oleh Teguh Karya pada tahun 1968 dan Teater Lembaga yang dipimpin oleh D. Djajakusuma sebagai dosen ATNI, Pramana Padmodarmaya, dan Wahyu Sihombing sebagai mahasiswa angkatan Pertama ATNI. Masa Kontemporer, berlangsung pada tahun 1980 sampai sekarang. Pada periode pengarang-pengarang sudah yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia. Hadir dewan kesenian, lembaga kesenian, dan studi kebudayaan yang turut serta mendukung lahirnya tokoh-tokoh teater Indonesia. Hal tersebut juga tidak lepas dari adanya Taman Ismail Marzuki yang ikut serta memberikan warna dan corak teater Indonesia dan sayembara- sayembara yang diadakan oleh Dewan Kesenian Jakarta yang telah terjamin kualitas 2015. Drama Karya dalam Dua Dimensi. Bandung Percetakan 2011. Kitab Teater. Jakarta Gramedia Widiasarana Syaeful Anwar, 2012. Perkembangan Teater Kontemporer Indonesia. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok. Pembahasan blocking adalah kedudukan tubuh pada saat di atas pentas. Teknik blocking memungkinkan posisi pemeran diatas panggung sehingga akting dapat dinikmati oleh penonton dengan baik. 76. Kemuculan banyak naskah teater, yaitu pada periode.. a. kontemporer b. produktif c. perkembangan d. pembangunan e. tradisional Jawaban: a 77. Siapa yang tidak mengenal teater? Kegiatan yang tidak hanya sekadar menjadi media hiburan tetapi seni pertunjukan ini juga mengandung nilai-nilai kehidupan dari setiap pementasannya, bahkan dapat menjadi media kritik sosial dan propaganda. Disadari atau tidak, perkembangan teater di Indonesia semakin berkembang dan membanggakan dari waktu ke waktu. Namun apakah pembaca sudah mengetahui bagaimana peta periode sejarah teater Indonesia? Mari berjelajah melalui tulisan ini! Teater modern Indonesia lahir sebelum abad ke-20, kedatangan Eropa Belanda ikut serta memberi pengaruh atas lahirnya teater modern Indonesia di pertengahan abad ke-19. Teater modern Indonesia pada awalnya pel oleh Komedia Stamboel pada tahun teater modern Indonesia menurut Jakob Sumadjo, terbagi ke dalam empat periode, diantaranya 1 masa perintisan, 2 masa kebangkitan teater modern, 3 masa perkembangan teater modern, dan 4 teater Indonesia kita jelajahi satu persatu!1. Masa Perintisan Teater ModernMasa perintisan teater modern memiliki warna tersendiri yang menjadi pembeda dengan teater tradisional. Identitas atau ciri yang dimiliki oleh teater modern diantaranya adalah, pertunjukan dilakukan di tempat khusus, penonton tentu saja perlu membayar, pementasan difungsikan sebagai hiburan saja, unsur cerita yang diangkat berkaitan erat dengan kejadian yang sesuai dengan zamannya, sudah menggunakan idiom-idiom modern, menggunakan bahasa melayu pasar, dan terdapat pegangan cerita tertulis. Masa perintisan teater modern ini dibagi ke dalam 3 masa yaitu1 masa teater bangsawan,2 masa Komedi Stamboel, dan3 masa teater opera.Teater bangsawan Pada tahun 1885, muncul rombongan teater bernama Pushi Indera Bangsawan of Penang di bawah asuhan Mamak Pushi. Ia membentuk sebuah rombongan teater berdasarkan idiom-idiom teater Wayang Parsi. Pada awalnya Mamak Pushi bersama dengan menantunya, menempatkan teaternya di tempat tinggal para bangsawan yang memiliki kenduri. Dari sana munculah pengertian teater bangsawan. Keberadaan Indera Bangsawan ini disambut baik oleh masyarakat melayu.Komedi Stamboel merupakan kelompok teater yang didirikan oleh August Mahieu seorang keturunan Indo-Perancis kelahiran Surabaya. Teater Komedi Stamboel didirikan sekitar tahun 1891, kehadirannya disambut hangat oleh penontonnya di Surabaya. Mereka pernah mementaskan lakon-lakon lokal maupun asing. Namun sepeninggal Mahieu, kelompok ini berakhir bubar.Di tengah pergerakan penerus Komedi Stamboel di dalam masyarakat, mulai muncul kegiatan teater di lingkungan peranakan Cina Indonesia, sekitar tahun 1908 yang bernama Opera Derma. Pentas yang dilakukan oleh mereka biasanya adalah untuk kegiatan Masa Kebangkitan Teater ModernTeater modern Indonesia lahir dan berkembang sejak akhir abad 21 sampai sebelum masa pendudukan Jepang. Masa kebangkitan teater modern Indonesia dibagi dalam 3 masa yaitu 1 masa Miss Riboet’s Orion, 2 masa The Malay Opera, dan 3 awal teater modern.Miss Riboet’s Orion didirikan oleh seorang pemilik modal terpelajar bernama Tio Tik Djien pada tahun 1925. Kehadiran Orion ini berhasil membawa pembaharuan terhadap kelompok-kelompok teater sebelumnya. Diantara pembaharuan yang mereka lakukan adalah 1 pembagian episode lebih dipersingkat 2 adegan memperkenalkan diri tokoh-tokohnya dihapus 3 selingan yang berbentuk tarian atau nyanyian di tengah adegan dihapus 4 sebuah lakon dituntaskan dalam satu malam saja.Kelompok Dardanella ini didirikan oleh Willy Klimanoff di Sidoardjo pada 21 Juni 1926. Semangat menyaingi kejayaan kelompok Orion sebelumnya membuat mereka berhasil merajai dunia teater pada periode 1920-1930an. Kelompok teater Dardanella selain mementaskan naskah-naskah asli juga beberapa kali mementaskan naskah asing dengan banyak melakukan pertunjukan di luar negeri mulai dari Amerika sampai dengan Masa Perkembangan Teater ModernMasa perkembangan teater modern dibagi dalam tiga kategori waktu 1 teater zaman jepang, 2 teater Indonesia tahun 1950-an, dan 3 teater Indonesia tahun masa Jepang sudah banyak muncul dan berkembang kelompok dan kegiatan teater dari kelompok teater professional dan amatur. Pada periode ini Jepang juga turut ikut campur tangan terhadap bidang kesenian dan masa tahun 1950-an mulai muncul sandiwara Maya, akademi teater, dan kelompok-kelompok teater permulaan. Zaman emas teater pertama lahir pada masa ini. Usmar Ismail memelopori pembentukan kelompok teater Maya dan mendirikan ATNI Akademi Teater Nasional Indonesia pada tahun masa tahun 1960-an mulai eksis kelompok teater yang berbasiskan universitas. Tahun 1960-an diwarnai dengan kelanjutan perkembangan zaman emas teater periode I, teater keagamaan, beragam festival teater, hingga tragedi Lekra dalam dunia Teater Indonesia MutakhirTeater Indoneia mutakhir dimulai setelah tahun 1965. Masa ini ditandai dengan lahirnya Dewan Kesenian Jakarta, sayembara dan terjemahan naskah drama asing, dijadikannya TIM sebagai pusat pendidikan teater, isu teater avant grade, dan zaman emas kedua teater Indonesia. Periode mutakhir dibagi atas masa-masa 1965-an, 1970-an, 1980-an, dan 1990-an dan memiliki tokoh-tokoh teater dan yang menjadi pelopor seperti, WS. Rendra, Arifin Putu Wijaya, Nano Riantiarno, dan masih banyak kita sudah menjelajahi peta periode sejarah teater Indonesia, semoga dapat membantu pembaca dalam memahaminya, terima kasih sudah Sumardjo, Jakob. 1992. Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia. Bandung PT Citra Aditya BaktiNurhadi, 2009. Pementasan Teater Indonesia 2001-2005 Analisis Rubrik Teater Majalah Tempo. Fakultas Bahasa dan Seni, Uninversitas Negeri Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.*Sumber foto
PemerananSeni Teater Modern, Pengertian Akting dan Macam-macam Akting. pintarilmu April 10, 2019. Pengertian Akting. Teori tentang pemeranan atau akting telah banyak ditulis. Tetapi secara keseluruhan, pada intinya akting adalah peri pelakuan yang dilakukan oleh seseorang (aktor) untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain itu yakin pada apa
Teater merupakan salah satu seni peran yang dipentaskan di panggung untuk ditonton umum. Seperti apa awal kemunculan dan perkembangannya? - Kids, pernahkah kamu menyaksikan pentas atau pertunjukan teater? Teater merupakan salah satu jenis pertunjukan seni peran yang ditampilkan di atas panggung dengan membawakan cerita atau skenario tertentu. Teater merupakan salah satu jenis seni yang cukup populer dan banyak digemari oleh para penikmat seni yang menyukai keindahan yang menyentuh hati. Teater menggunakan bakat atau kemampuan aktris atau aktornya untuk melakukan berbagai adegan yang memerlukan kemampuan akting, bernyanyi, menari mengikuti koreografi, dan masih banyak lagi. Istilah teater berasal dari kosa kata bahasa Yunani yaitu theatron yang berarti tempat untuk menonton. Umumnya teater akan dipentaskan di atas panggung atau gedung yang bisa digunakan untuk pementasan drama dengan dekorasi yang menyusaikan skenario drama yang dibuat. Lalu, seperti apakah sejarah kemunculn seni teater yang populer di seluruh dunia ini? Yuk, simak uraian penjelasan lengkapnya di bawah ini, Kids. Sejarah Kemunculan Seni Teater Meski enggak ada sumber tepat kapan pertama kalinya seni teater muncul atau ditemukan, sejarah mencatat temuan tentang naskah teater pada masa lampau. Dilansir dari temuan naskah teater tertua merupakan karya seorang pendeta Mesir bernama I Kher-nefert yang berasal dari peradaban Mesir Kuno sekitar SM. Pada masa itu peradaban Mesir sudah menjadi peradaban maju karena masyarakat Mesir Kuno kala itu sudah mengenal pembangunan piramida dan mengenal sistem pengairan atau irigasi. Baca Juga Pementasan Drama Mengenal Struktur dan Kaidah Kebahasaannya Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya. PROMOTED CONTENT Video Pilihan Dalamtinjauan BPI, materi dakwah yang disampaikan dalam tiga naskah Teater Wadas periode 2010-2012 merupakan metode tidak yaitu dimana da’i dan mad’u menggunakan media atau sarana dakwah, seperti televisi, radio, dan media cetak. Tetapi selain media massa tersebut, proses di zaman sekarang ini sudah banyak menggunakan kesenian yang Dramaatau Teater Modern Drama atau teater modern merupakan periode baru dalam drama tradisional yang sudah mendapatkan pengaruh dari ‘Teater Barat’. Artinya, susunan naskah, cara pentas, gaya penyuguhan, dan pola pemikiran banyak bersumber dari pola pendekatan dan pemikiran ‘kebudayaan barat’. 5GD3AF.
  • q52f5459r3.pages.dev/124
  • q52f5459r3.pages.dev/18
  • q52f5459r3.pages.dev/147
  • q52f5459r3.pages.dev/123
  • q52f5459r3.pages.dev/532
  • q52f5459r3.pages.dev/379
  • q52f5459r3.pages.dev/272
  • q52f5459r3.pages.dev/114
  • kemunculan banyak naskah teater yaitu pada periode